Senin, 15 September 2014

Rahbar Berikan Tanggapan Atas Aliansi Anti-ISIS


Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, menilai pernyataan para pejabat Amerika Serikat soal pembentukan aliansi untuk memberantas ISIS, omong kosong dan berorientasi.


Hal itu dikemukakan Rahbar, Senin (15/9), ketika meninggalkan rumah sakit tempat beliau dirawat.
Seraya menyinggung berbagai fakta kebohongan dan kontradiksi antara klaim, perilaku dan sikap para pejabat Amerika Serikat terkait masalah undangan kepada Iran untuk bergabung dalam aliansi anti-ISIS, Rahbar menegaskan, gerakan yang telah dilakukan di Irak dan mematahkan punggung ISIS, bukan pekerjaan Amerika Serikat melainkan masyarakat, militer dan pasukan relawan. “Baik AS dan ISIS mengetahui kenyataan ini,” tambah beliau.

Di bagian lain pernyataannya, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menyampaikan terima kasih atas perhatian dan cinta seluruh rakyat Iran dan juga para tokoh serta pejabat terhormat Iran, juga kerja keras tim medis rumah sakit.

Setelah selama sepakan dirawat di rumah sakit pasca operasi komplikasi prostat, Rahbar Senin (15/9) diijinkan meninggalkan rumah sakit.(IRIB Indonesia/MZ)

BNPT Buru Elemen Takfiri ISIS Asal Indonesia


Islam Times - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tampaknya terus tancap gas untuk menumpas elemen dan pendukung kawanan Negara Islam (IS, yang sebelumnya bernama Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS). Menurut Ansyaad Mbai, lembaga yang dipimpinnya itu kini sedang memburu sejumlah warga Indonesia di dalam dan di luar negeri yang telah bergabung dengan IS.

Sejak berhembusnya isu dan dukungan terhadap IS, pemerintah Indonesia langsung melarang kawanan itu dan bertekad menghukum warganya yang melanggar hukum nasional dengan bergabung dan berperang untuk IS. Akhir bulan lalu, BNPT mengumumkan bahwa dalam kerjasama dengan Departemen Luar Negeri, badan ini mengirimkan sebuah tim ke Timur Tengah untuk mengumpulkan data intelijen tentang warga Indonesia yang angkat senjata di wilayah itu untuk IS.

Seraya itu, Ansyaad Mbai memperingatkan bahwa jumlah warga Indonesia yang ikut bergabung dengan IS dapat terus meningkat. "Perkiraan kami saat ini adalah sekitar 100 warga negara Indonesia. Jumlahnya bisa lebih," katanya. "Kami tidak memiliki jumlah yang tepat. Karena itu, [tujuan untuk] keberangkatan tim adalah mengecek jumlahnya."

"Jika kita tahu cara sebagian besar orang-orang itu memasuki Irak atau Suriah melalui negara-negara ketiga seperti Turki, Qatar, dan Mesir, setelah kami memiliki bukti keterlibatan mereka, maka kami dapat mendakwa mereka berdasarkan Undang-Undang Anti-Terorisme," kata Ansyaad.

Rekrutan IS Indonesia kebanyakan berasal dari lahan subur teroris seperti Tangerang, Banten, Bekasi di Jawa Barat serta Poso di Sulawesi Tengah, imbuh kepala BNPT itu.

Menteri Koordinasi Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan, pemerintah akan terus melawan upaya perekrutan domestik IS yang terlihat makin intensif. 

"Kita harus menghentikan setiap organisasi berbasis komunitas yang mewakili kepentingan IS secara langsung maupun tidak langsung. Kita juga harus bekerjasama dengan negara-negara lain untuk memastikan proses hukum keimigrasian. Selain itu, kami juga akan perlu mengantisipasi kemungkinan perekrutan melalui media sosial," ujar Djoko. (ITKSeA/rj)

Sabtu, 14 Juni 2014

Ammar Hakim : Irak akan Menjadi Kuburan Bagi Kelompok Teroris DIIS


Ammar Hakim : Irak akan
Menjadi Kuburan Bagi Kelompok
Teroris DIIS
Sabtu, 2014 Juni 14

Ketua Majelis Tinggi Islam Irak
mengumumkan, rakyat Irak dengan
persatuan, akan merubah negaranya
menjadi kuburan bagi anasir-anasir
kelompok teroris Daulah Islamiyah fi
Iraq wa Syam (DIIS).

Mehr News (14/6) melaporkan, Ammar
Hakim, Ketua Majelis Tinggi Islam
Irak, Jumat (13/6) di hadapan para
sukarelawan yang ingin bergabung
dengan militer Irak untuk menghadapi
DIIS, menegaskan, "Irak dengan
langkah kolektifnya tidak akan pernah
kembali ke era pemerintahan diktator
dan kudeta militer, serta tidak akan
meyisakan ruang gerak bagi DIIS dan
para teroris lain di negara ini."

Ammar Hakim juga menyinggung
dukungan total pemerintah Irak
terhadap seluruh rakyat baik itu Ahli
Sunnah, Kristen, Syiah ataupun yang
lainnya. Ia mengatakan, "Irak dalam
kehidupan sosial ingin melangkah
untuk memenuhi hak-hak rakyat."

Sementara itu, seorang pejabat senior
keamanan Irak dalam wawancaranya
dengan Fars News mengatakan,
"Anasir-anasir teroris DIIS yang
sebagian besarnya adalah bekas
anggota Partai Baats dan warga
negara asing serta didukung sejumlah
negara, akan menggunakan setiap
kesempatan untuk mengganggu
pemerintah dan menciptakan
instabilitas di Irak."

Pejabat Irak itu menjelaskan bahwa
anasir-anasir DIIS menerima
persenjataan dan peralatan militer
canggih dari pendukung Baratnya
terutama Amerika Serikat.
Menurutnya, mengingat pengkhianatan
Amerika dan pasukan Partai Baats di
tubuh militer Irak selama 10 tahun
terakhir, pada kenyataannya
Washington berusaha merusak
struktur militer Irak melalui tangan
anggota-anggota Partai Baats. (IRIB
Indonesia/HS)

Jumat, 13 Juni 2014

Pensiunan Jenderal AS : " Kami ciptakan Teroris untuk gulingkan pemerintah "


Pensiunan Jenderal AS : " Kami ciptakan Teroris untuk gulingkan pemerintah "
June 13, 2014 Hashfi

Dalam sebuah tayangan berdurasi dua menit, Jendral (pur.) Wesley Clark, mantan Panglima Tertinggi Pasukan Gabungan NATO di Kosovo (1997-2000), bersaksi bahwa AS berencana menggulingkan tujuh negara setelah peristiwa (9/11, yaitu Irak , Suriah, Libanon, Libya, Somalia, Sudan, dan Iran.

“Pentagon mengakui strategi untuk melakukannya (di sini, di sini, di sini). AS melakukan aksi terorisme di negara yang ingin mereka kontrol. AS terus memprovokasi untuk melakukan pembalasan terhadap aksi terorisme. AS melabeli aksi pembalasan terhadap ‘terorisme’ demi menjustifikasi operasi militer rahasia dan terbuka untuk menggulingkan pemerintahan yang menjadi targetnya,” ujarnya.

Karena itu, AS memicu “perang melawan teror” sebagai kebijakan yang dipilih; peristiwa 9/11 (momen runtuhnya menara kembar World Trade Center akibat ditabrak dua pesawat “komersial” pada 2001) hanyalah pura-pura, bukan penyebabnya.

Memang, hukum perang dan dua Resolusi Dewan Keamanan PBB memungkinkan kerjasama internasional untuk menemukan, menangkap, dan mengadili para teroris 9/11 secara faktual demi tegaknya keadilan yang didukung semua bangsa. Tapi AS malah menolak aturan hukum, melanggar kewajiban perjanjian, menewaskan sekitar satu juta orang sejak serangan 9/11, dan sejauh ini telah membebani dalam jangka panjang biaya (perang) 4-6 triliun dolar AS kepada pembayar pajak AS (40-60 ribu dolar AS per keluarga).

Petualangan AS dalam tipu-menipu dan kedustaan ini berakhir saat warga Amerika di tubuh militer, lembaga hukum, pemerintahan, media, pendidikan, dan khalayak umum memiliki integritas intelektual dan keberanian moral yang cukup untuk mengakui bahwa “sang kaisar tidak lagi memiliki pakaian” fakta-fakta yang jelas. Pilihan kebijakan AS untuk melancarkan Perang Agresi yang melanggar hukum itu telah menewaskan 20-30 juta orang dalam perang terselubung maupun terbuka sejak 1945.

Semua itu menyusul sejarah panjang perang-perang yang diawali kedustaan dan pelanggaran perjanjian untuk mencuri tanah dan sumberdaya, sebagaimana yang sebelumnya pernah saya ingatkan kepada khalayak:

1. AS terus-terusan melanggar perjanjian dengan penduduk asli Amerika, serta memanipulasi maknanya demi mencuri tanah-tanah mereka.

2. Presiden AS Polk berbohong kepada Kongres untuk memulai perang Agresi di Meksiko. Hasilnya, AS mengambil-alih 40 persen wilayah Meksiko pada 1848. Ini tetap terjadi meskipun sudah dijelaskan sebening kristal oleh Abraham Lincoln bahwa Kesepakatan Adams-Onis menempatkan “sengketa perbatasan” 400 mil dalam wilayah yang selamanya dijanjikan kepada Meksiko dan janji itu selamanya di luar klaim AS.

3. AS melanggar perjanjian kita dengan Hawaii dan telah mencuri negara mereka pada 1898.

4. AS mengingkari janji-janji kebebasan setelah Perang warga Amerika keturunan Spanyol untuk memaksakan aturan kita di Filipina dan memasang diktator yang ramah terhadap AS di Kuba.

5. Amerika Serikat memasuki Perang Dunia I tanpa adanya ancaman terhadap keamanan nasional AS serta memenjarakan calon presiden ke-3 karena pidato publiknya yang menggugat perang.

6. CIA memiliki beberapa perang terselubung; mungkin yang paling penting dalam konteks hari ini adalah perang terhadap Iran: “Operasi Ajax” menggulingkan demokrasi Iran dan memasang diktator brutal yang bersahabat dengan AS. Ketika diktator itu digulingkan dan Iran menolak yang lain, AS membantu Irak secara ilegal untuk menyerang dan menginvasi Iran sejak 1980 hingga 1988, membunuh hingga jutaan warga Iran. Jika AS berdusta dan bertindak dua kali melawan hukum untuk menggulingkan demokrasi Iran sepanjang masa hidup kita sendiri, bukankah harus kita asumsikan pertama-tama bahwa perang hari ini yang melanggar hukum juga diawali dengan kebohongan? Setelah kebohongan (yang didokumentasikan di bawah) dikonfirmasi, tidakkah kita seharusnya menangkap Penjahat Perang AS ketimbang membiarkannya membunuh lagi?

7. Perang Vietnam terjadi setelah AS mengizinkan pembatalan pemilihan umum untuk menyatukan negeri, yang ditingkatkan dengan insiden Teluk Tonkin: intelijen palsu yang terbaik, namun kemudian dimanipulasi menjadi peristiwa bendera-palsu (false-flag) untuk perang “defensif”.

8 . Barangkali yang paling mengganggu adalah gugatan perdata keluarga Dr. King yang menyatakan bahwa pemerintah AS bersalah dalam pembunuhan Dr. King. Media korporasi, termasuk kalangan penerbit buku kita, menghapus sejarah ini . Kesimpulan keluarga King adalah bahwa Martin Luther King dibunuh untuk mementahkan rencana “Gerakan Duduki DC (Washington)”-nya yang dimulai sejak musim panas 1968 untuk mengakhiri versinya tentang perang hari itu.

9. Kita baru tahu dari laporan Kongres bahwa semua “alasan” untuk memerangi (baca: menginvasi) Irak sebenarnya palsu sebagaimana mereka katakan.

10. Dua “alasan” untuk memerangi Iran sama palsunya dengan “alasan” untuk memerangi Irak. Hati-hati dengan serangan bendera-palsu AS atau Israel untuk menyalahkan Iran sebagai dalih perang “defensif” lain :
a. Presiden Iran tidak pernah secara fisik mengancam Israel.
b. Semua material nuklir Iran sepenuhnya digunakan untuk tujuan damai dan legal untuk energi dan obat-obatan.