Perancis dan Jerman Injak-injak Hak Politik Warga Suriah
Islam Times -
Pada 23 Mei 2014, Dewan Negara Perancis menyatakan dirinya tidak kompeten sehubungan dengan keputusan pemerintah untuk melarang konsulat Suriah di Perancis menyelenggarakan pemilu di negara itu. Damaskus telah menetapkan pemilihan presiden pada 3Juni 2014, dengan pemungutan suara bagi ekspatriat pada 28 Mei.
Kondisi ini mendorong 19 warga Suriah untuk mengajukan gugatan kepada pengadilan administratif guna memulihkan hak pilihnya yang diinjak-injak dua negara Eropa yang arogan itu. Menurut pengacara mereka, Damien Viguier, larangan Perancis yang terang-terangan itu bertentangan dengan Konvensi Wina tentang Hubungan Konsuler dan menghilangkan kebebasan fundamental warga Suriah.
Para penggugat kini sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk mengajukan gugatannya pada Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa.
Di Suriah sendiri, kampanye pemilu terus berlangsung meskipun terjadi serangan teroris Contras, di mana yang paling terbaru berlangsung di Deraa pada hari Kamis (22/5) yang menewaskan 22 warga sipil yang ikut ambil bagian dalam kampanye pemilihan umum.
Televisi nasional menyiarkan klip kampanye ketiga kandidat yang diberi masa tayang yang sama. Namun, kota-kota di sana hampir secara kseluruhan ditempeli poster Bashar al-Assad , sebagai simbol perlawanan kolektif melawan agresi asing.
Ke-11 negara anggota yang tersisa dalam "Sahabat Suriah" menentang rakyat Suriah memilih presidennya sendiri dan terus bersikeras bahwa itu sebenarnya terserah pada negara-negara besar untuk menunjuk "lembaga transisi" yang mengecualikan Bashar al-Assad yang mereka labeli sebagai "diktator Alawit".
Pemerintah Perancis dan Jerman melarang warga Suriah yang berada di wilayahnya untuk ikut berpartisipasi dalam "pemilu lelucon" itu. Kendati diam-diam mengakui telah gagal total dan kalah perang proksi di Suriah, rezim arogan Barat masih terus berupaya mengintimidasi rakyat Suriah untuk menentukan masa depannya sendiri. (IT/VN/rj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar