Bandar Dipecat, Arab Saudi Tetap Bernafsu Hancurkan Suriah
Islam Times-
Riyadh, seperti biasa, tidak merinci pernyataan pekan ini bahwa Pangeran Bandar bin Sultan telah diganti. Rezim Wahhabi itu hanya mengatakan bahwa diplomat veteran tersebut meminta untuk mundur.
Namun, seorang pakar Saudi mengatakan bahwa Washington--yang teriritasi selama beberapa waktu Pangeran Bandar menangangi pemberontakan di Suriah--pada bulan Desember 2013 menuntut pemindahannya.
Pangeran Bandar memimpin upaya Arab Saudi untuk membiayai, mempersenjatai, dan menyatukan para pemberontak Suriah, yang setelah tiga tahun pertempuran masih jauh dari tujuannya untuk menggulingkan pemerintah Presiden Bashar al-Assad.
Upaya kepala mara-mata Saudi itu sangat terhalang oleh keberatan AS terhadap rencana untuk memasok para pemberontak dengan senjata canggih yang bisa berujung pada keseimbangan militer terhadap pasukan Assad, yang semakin mendekati kemenangan akhir.
Dijuluki "Bandar Bush" karena hubungannya yang erat dengan mantan presiden AS George Bush dan anaknya George W. Bush--yang terjalin selama dirinya menjabat duta besar untuk Washington--kerajaan Arab Saudi telah secara terbuka mengritik pemerintah AS saat ini yang dipimpin Partai Demokrat.
Ia melampiaskan kemarahannya di depan diplomat Barat ketika Washington mundur ancamannya untuk melancarkan serangan militer menyusul serangan kimia mematikan pada bulan Agustus 2013 di luar Damaskus, di mana Barat menyalahkan pasukan Assad.
Seorang diplomat mengungkapkan bahwa pada kesempatan itu, Pangeran Bandar dengan gusar mengatakan bahwa Riyadh tidak lagi dianggap Amerika Serikat sebagai sekutu utama dan karenanya kerajaan paling dibenci sedunia itu akan mencari dukungan dari Perancis dan negara-negara lainnya.
Calo kekuasaab paling berpengaruh di Arab Saudi itu dilantik sebagai kepala intelijen pada 2012.
Tugas publik terakhirnya adalah usaha yang gagal pada bulan Desember untuk menekan Presiden Rusia Vladimir Putin agar meninggalkan dukungannya terhadap Assad.
Para pakar menekankan bahwa dukungan Pangeran Bandar terhadap kaum teroris takfiri di Suriah telah meningkatkan ancaman keamanan terhadap kerajaan dari para jihadis Saudi.
"Pendekatan Pangeran Bandar yang agresif terhadap Suriah menyoroti kesenjangan antara harapannya dan intelijen Arab Saudi dengan kemampuan operasional," kata Emile Hokayem, peneliti senior untuk keamanan regional pada International Institute for Strategic Studies.
"Menjalankan usaha luas dan kompleks untuk membantu menurunkan rezim asing yang didukung Iran dan Rusia benar-benar berada di luar kemampuan Riyadh," katanya.
Tujuan Arab Saudi sangat sulit karena "keengganan mitra Barat utamanya dan agenda yang bertentangan dari para pemain regional penting lainnya seperti Turki dan Qatar," tambahnya.
Meskipun pada tahap kelas berat, Arab Saudi telah memasok pemberontak dengan "senjata dan pemberontak," kata Hokayem, itu mau tak mau harus berurusan dengan kelompok-kelompok bersenjata yang "berbahaya dan tidak disiplin".
Pemerintah Damaskus, di sisi lain, menikmati dukungan kuat Iran, yang "dapat mengandalkan proksi dan sekutunya yang terorganisir dan terlatih," seperti gerakan Islam Hizbullah Lebanon, imbuhnya.
Para diplomat mengindikasikan pada bulan Februari bahwa pihak kerajaan telah menarik Pangeran Bandar dari proyek Suriah, dan menugaskannya pada Menteri Dalam Negeri Pangeran Nayef bin Mohamed, yang dikenal sebagai tangan besi kerajaan dalam perang melawan al-Qaeda.
Tak lama kemudian, Riyadh mengumumkan hukuman berat bagi takfiri Saudi yang berperang di luar negeri, seraya memperingatkan bahwa mereka dapat menghabiskan 20 tahun usianya di balik jeruji besi.
"Menggelembungnya jumlah jihadis Saudi di Suriah--dengan konsekuensi negatif yang mungkin bagi rezim Saudi--dan kemunduran yang diderita di sana memberikan kontribusi terhadap pemikiran ulang, dan pada gilirannya, pergantian di Riyadh," kata Hokayem.
Pemerhati Saudi itu bersikeras bahwa kendati begitu, digantikannya Pangeran Bandar tidak mengubah posisi Saudi terhadap konflik Suriah.
"Tidak ada perubahan. Arab Saudi tetap menginginkan Bashar al-Assad terguling," tegas kolomnis Jamal Khashoggi.
"Tidak ada yang seperti politik Bandar. Kebijakan penguasa serta arahan yang diberikan Raja Abdullah niscaya dilaksanakan kepala intelijen," katanya.
Untuk saat ini, wakil Pangeran Bandar, Yusef al-Idrissi, telah ditunjuk sebagai pejabat sementara [kepala intelijen]. Namun, sumber-sumber Saudi mengatakan bahwa anggota lain dari keluarga kerajaan mungkin akan ditunjuk untuk pos itu. (IT/YL/rj
Diberhentikannya kepala intelijen Saudi dari jabatannya merupakan hasil dari tekanan AS atas sikapnya di Suriah. Namun, itu bukan sinyal dari bergesernya tujuan Riyadh untuk menggulingkan rezim Damaskus, demikian ungkap para pakar.
Riyadh, seperti biasa, tidak merinci pernyataan pekan ini bahwa Pangeran Bandar bin Sultan telah diganti. Rezim Wahhabi itu hanya mengatakan bahwa diplomat veteran tersebut meminta untuk mundur.
Namun, seorang pakar Saudi mengatakan bahwa Washington--yang teriritasi selama beberapa waktu Pangeran Bandar menangangi pemberontakan di Suriah--pada bulan Desember 2013 menuntut pemindahannya.
Pangeran Bandar memimpin upaya Arab Saudi untuk membiayai, mempersenjatai, dan menyatukan para pemberontak Suriah, yang setelah tiga tahun pertempuran masih jauh dari tujuannya untuk menggulingkan pemerintah Presiden Bashar al-Assad.
Upaya kepala mara-mata Saudi itu sangat terhalang oleh keberatan AS terhadap rencana untuk memasok para pemberontak dengan senjata canggih yang bisa berujung pada keseimbangan militer terhadap pasukan Assad, yang semakin mendekati kemenangan akhir.
Dijuluki "Bandar Bush" karena hubungannya yang erat dengan mantan presiden AS George Bush dan anaknya George W. Bush--yang terjalin selama dirinya menjabat duta besar untuk Washington--kerajaan Arab Saudi telah secara terbuka mengritik pemerintah AS saat ini yang dipimpin Partai Demokrat.
Ia melampiaskan kemarahannya di depan diplomat Barat ketika Washington mundur ancamannya untuk melancarkan serangan militer menyusul serangan kimia mematikan pada bulan Agustus 2013 di luar Damaskus, di mana Barat menyalahkan pasukan Assad.
Seorang diplomat mengungkapkan bahwa pada kesempatan itu, Pangeran Bandar dengan gusar mengatakan bahwa Riyadh tidak lagi dianggap Amerika Serikat sebagai sekutu utama dan karenanya kerajaan paling dibenci sedunia itu akan mencari dukungan dari Perancis dan negara-negara lainnya.
Calo kekuasaab paling berpengaruh di Arab Saudi itu dilantik sebagai kepala intelijen pada 2012.
Tugas publik terakhirnya adalah usaha yang gagal pada bulan Desember untuk menekan Presiden Rusia Vladimir Putin agar meninggalkan dukungannya terhadap Assad.
Para pakar menekankan bahwa dukungan Pangeran Bandar terhadap kaum teroris takfiri di Suriah telah meningkatkan ancaman keamanan terhadap kerajaan dari para jihadis Saudi.
"Pendekatan Pangeran Bandar yang agresif terhadap Suriah menyoroti kesenjangan antara harapannya dan intelijen Arab Saudi dengan kemampuan operasional," kata Emile Hokayem, peneliti senior untuk keamanan regional pada International Institute for Strategic Studies.
"Menjalankan usaha luas dan kompleks untuk membantu menurunkan rezim asing yang didukung Iran dan Rusia benar-benar berada di luar kemampuan Riyadh," katanya.
Tujuan Arab Saudi sangat sulit karena "keengganan mitra Barat utamanya dan agenda yang bertentangan dari para pemain regional penting lainnya seperti Turki dan Qatar," tambahnya.
Meskipun pada tahap kelas berat, Arab Saudi telah memasok pemberontak dengan "senjata dan pemberontak," kata Hokayem, itu mau tak mau harus berurusan dengan kelompok-kelompok bersenjata yang "berbahaya dan tidak disiplin".
Pemerintah Damaskus, di sisi lain, menikmati dukungan kuat Iran, yang "dapat mengandalkan proksi dan sekutunya yang terorganisir dan terlatih," seperti gerakan Islam Hizbullah Lebanon, imbuhnya.
Para diplomat mengindikasikan pada bulan Februari bahwa pihak kerajaan telah menarik Pangeran Bandar dari proyek Suriah, dan menugaskannya pada Menteri Dalam Negeri Pangeran Nayef bin Mohamed, yang dikenal sebagai tangan besi kerajaan dalam perang melawan al-Qaeda.
Tak lama kemudian, Riyadh mengumumkan hukuman berat bagi takfiri Saudi yang berperang di luar negeri, seraya memperingatkan bahwa mereka dapat menghabiskan 20 tahun usianya di balik jeruji besi.
"Menggelembungnya jumlah jihadis Saudi di Suriah--dengan konsekuensi negatif yang mungkin bagi rezim Saudi--dan kemunduran yang diderita di sana memberikan kontribusi terhadap pemikiran ulang, dan pada gilirannya, pergantian di Riyadh," kata Hokayem.
Pemerhati Saudi itu bersikeras bahwa kendati begitu, digantikannya Pangeran Bandar tidak mengubah posisi Saudi terhadap konflik Suriah.
"Tidak ada perubahan. Arab Saudi tetap menginginkan Bashar al-Assad terguling," tegas kolomnis Jamal Khashoggi.
"Tidak ada yang seperti politik Bandar. Kebijakan penguasa serta arahan yang diberikan Raja Abdullah niscaya dilaksanakan kepala intelijen," katanya.
Untuk saat ini, wakil Pangeran Bandar, Yusef al-Idrissi, telah ditunjuk sebagai pejabat sementara [kepala intelijen]. Namun, sumber-sumber Saudi mengatakan bahwa anggota lain dari keluarga kerajaan mungkin akan ditunjuk untuk pos itu. (IT/YL/rj
Tidak ada komentar:
Posting Komentar