Rabu, 12 Februari 2014

Pelanggaran Kebebasan Berekspresi di Arab Saudi



Pelanggaran Kebebasan Berekspresi di Arab Saudi

Dalam laporan terbaru kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan kebebasan berekspresi di Arab Saudi, salah satu petinggi negara ini mengkonfirmasikan penutupan puluhan situs internet koran di Riyadh.

Abdulaziz al-Aqil, pejabat lembaga pengawas media dalam negeri di Kementerian Budaya dan Penerangan Arab Saudi menyatakan, proses penutupan situs internet 41 koran dengan dakwaan melanggar regulasi yang ditetapkan oleh kementerian ini telah dimulai.

Menurut para aktivis politik, pasca peratifikasian undang-undang anti terorisme sekitar dua bulan lalu di Arab Saudi dan mulai dilaksanakannya UU tersebut dalam beberapa hari terakhir, pelanggaran HAM dan kekebasan pers di Arab Saudi menemukan bentuk legalnya serta proses penangkapan, pengadilan aktivis politik dan mencegah aktivitas media di negara ini semakin meningkat.

Oleh karena itu, pengadilan Arab Saudi hanya dalam tempo satu bulan lalu merilis vonis tak adil terhadap aktivis politik negara ini dan sedikitnya 25 orang dengan dakwaan mengancam keamanan serta menentang keputusan pemerintah al-Saud divonis kurungan, dicekal bepergian ke luar negeri dan membayar denda tunai.

Perilisan rangkaian vonis zalim dan anti kemanusiaan terhadap warga serta aktivis Arab Saudi memaksa lembaga HAM mengkritik kinerja rezim al-Saud dan menuntut pembebasan segera tahanan politik. Lembaga HAM baru-baru ini dalam laporan tahunannya memprotes penangkapan serta hukuman kurungan aktivis politik Arab Saudi dan meminta petinggi negara ini secepatnya membebaskan aktivis HAM, reformis politik dan sosial yang ditangkap karena aktivitas damai mereka.

Masih menurut laporan lembaga HAM dan aktivis Arab Saudi, saat ini lebih dari 30 ribu aktivis politik mendekam di penjara rezim al-Saud. Arab Saudi sebagai negara monarki mutlak, keputusan sepenuhnya berada di tangan raja dan kerabat dekatnya. Di negara ini bukan saja telepon seluler dan email yang dikontrol pemerintah, namun warga juga tidak mendapat hak untuk membentuk lembaga swadaya masyarakat dan aliansi buruh. Sementara itu, perempuan negara ini tidak diberi hak mengemudi dan menyalurkan suaranya di pemilu.

Oleh karena itu, sejak meletusnya gelombang kebangkitan Islam di negara-negara kawasan, warga Arab Saudi khususnya di wilayah timur menggelar berbagai demonstrasi menuntut reformasi politik dan diberantasnya praktek korupsi dalam struktur pemerintahan negara ini. Namun rezim al-Saud bukannya memperhatikan tuntutan rakyatnya, malah menangkap, menyiksa dan membunuh aktivis politik sebagai upaya Riyadh mengendalikan kebangkitan rakyat.

Pemerintah Riyadh dengan anggpan mampu melanjutkan eksistensi kekuasaannya melalui penumpasan aksi damai warga dan langkah militer, tak segan-segan menggunakan cara-cara kekerasan. Sepertinya al-Saud lupa bahwa cara-cara keras dengan menumpas demonstrasi damai warga pernah diterapkan oleh para diktator di Mesir, Tunisia dan Yaman serta menunjukkan hasil sebaliknya. Bahkan cara-cara tersebut berujung pada tergulingnya para diktator di negara-negara tersebut.

(IRIB Indonesia/MF/MZ)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar